Entah bagaimana kita sampai pada situasi seperti ini. Situasi yang tidak sangat aku suka. Entah denganmu sayang. Aku tidak begitu yakin kalau kita sependapat kali ini. Sebab kau lah yang memulai semuanya terlebih dulu.

Aku yang sudah beribu kali meredakan egoku, mengabaikan sakit hatiku rasanya sampai sekarang juga tak kau mengerti. Kau juga belum sadar bahwa diantara kita ada sekat yang menjulang. Ada banyak hal yang tak lagi kita perbincangkan. Bahkan tak ada lagi waktu yang aku dapatkan diantara sibuk yang kau katakan. Padahal jelas aku tahu, ada banyak waktu yang semestinya dapat kau luangkan. Tapi itu pun tak kau lakukan. 

Sebenarnya, kau ingin buat apa sayang? Jarak diantara kita? Rasa jenuhku dengan sikap diammu yang semakin hari semakin membuat aku terbiasa dengan hal demikian? Atau mengabulkan sebuah perpisahan?

Jangan mengujiku dengan semua ini. Kau tidak tahu aku bisa sesabar mana menelan semuanya sendirian. Bahkan aku pun tidak tahu sampai di waktu mana aku mampu bertahan. Tapi satu hal, saat aku sudah berhenti, maka semua diantara kita juga akan berakhir. Kita tidak akan lagi seperti sebelumnya. Pasti tidak akan ada lagi sapaan tiap hariku yang sering kau abaikan. Takkan kau dapati aku yang selalu menunggumu di gerai kopi seperti sebelumnya. Seseorang yang selalu meminta waktumu untuk menemani lelapku sampai pagi menjelang. 

Jangan sampai semua hal yang tak biasa ini merubah segala harap kita yang luar biasa. Jangan sampai akhirnya kita menjadi orang asing dalam dekap cinta kasih yang telah kita sempurnakan. Jangan sampai segala amin dari do’a yang kita rapalkan terpaksa kita hilangkan. Jangan sampai akhirnya sesal memeluk kita tanpa pernah ingin melepaskan. Jangan sampai. 

Aku harap situasi ini harus kita cukupkan. Kita tidak perlu saling meninggikan ego agar bisa menyapa duluan. Jika itu memang harus aku yang memulainya, baik sayang; akan aku lakukan. Pun aku harap kamu demikian. Semog kita tetap ada dalam satu tujuan.