Kita dan Hujan Bulan Juni
Juli 14, 2018
“Duuuuaaar” suara itu terdengar
begitu kuat. Ia seolah berhasil membelah bumi.
Sontak aku kaget dan sedikit
melompat dari tempat tidur. Aku mendekap ponsel yang ada ditanganku dengan erat
dan membiarkan aplikasi senter yang ada menyala.
“Cuaca sedang tidak baik. Aku
harus menelponnya,” batinku.
Aku tahu ini adalah bulan Juni.
Bulan dimana cuaca tidak bisa diprediksi. Tapi aku suka bulan ini. Apalagi saat
memasuki bulan ini, ia mengawalinnya dengan air yang jatuh membasahi bumi; itu
yang kusebut hujan di bulan Juni. Dan hal itulah yang amat aku sukai.
Aku suka saat dimana benar-benar
kembali pada masa lalu. Saat dimana kau minta aku menunggu di bawah
lampu-lampu. Lalu tiba-tiba hujan datang tanpa malu. Kau yang jauh disebrang sana
mulai mengkhawatirkanku. Aku dapat melihat itu jelas dari raut dan tatap
matamu.
“Kau benar-benar
mengkhawatirkanku?” tanyaku menggodamu.
Kau sama sekali tak menjawab.
Hanya simpul senyum yang aku dapati dari pertanyaan itu.
“Kau tidar mengkhawatirkanku ya?”
tanyaku lagi. Kali itu aku tidak lagi menggodamu. Aku benar-benar bertanya
dengan keseriusan yang sangat.
Sayangnya sama saja, aku tidak
dapati jawaban yang kumau. Kau hanya diam dengan semua senyummu. Aku tidak tahu
apa yang sedang ada dipikiranmu. Aku tidak tahu, mengapa sampai sekarang kau
tak pernah berucap sepatah katapun padaku. Entah itu tentang pendapatmu
mengenai kedekatan kita selama ini? Atau tentang balon sabun yang suka aku
renggekkan tiap kali melihatnya di pasar malam itu? Ah sungguh kau tak pernah
berkata-kata lagi sejak pertemuan kita di Juni tahun lalu.
***
“Drrrttt...drrrrtttttt...drrrrttttt....”
ponselku bergetar dan aku tersadar.
“Hallo..” kataku pelan.
“Kenapa kau masih menghubungiku?
Kenapa kau tak pernah paham posisiku? Aku bukan lagi pria yang kau kenal dulu,”
cerosnya tanpa henti.
“Ingat! Kau usah lagi
menghubungiku. Kau harus melupakanku. Aku dan kamu semua bukan apa-apa,”
katanya dengan nada kuat yang aku tahu itu adalah nada marah bercampur
sedihnya.
“Ini bulan Juli dan aku........”
“Tuuuut...tuuuuttt….” Belum lagi
aku menyelesaikan perkataanku dia sudah mematikan telponnya.
Hatiku sedih, hancur tak
terkendali. Aku dipasung rasa benci yang tidak pernah terealisasi, sebab aku
terlalu mencintai. Juli ini adalah semua tentang kita yang tak pernah membawamu
kembali. Aku terlalu berandai-andai jika kau akan datang menghampiri.
Mengkhawatirkanku lalu menatapku lekat tanpa henti.
Meski kau tak lagi ada disisi,
aku masih menunggumu. Sama seperti saat kita bertemu di Juli tahun lalu
diantara hujan-hujan yang malu-malu. Kini diantaranya aku akan titipkan rindu
untukmu. Dari aku wanita yang terus bersama sepiku. Wanita yang terus bersama
cemas akan kamu. Wanita yang selalu menunggumu. Wanita pengirim rindu yang
berharap temu.
2 komentar
duh,, galau galau aja kkak nih, ngopi yok kak, biar ga galau lagi
BalasHapusKata orang-orang, galau itu sebagian dari aku bang.
HapusTraktir segelas kopinya ya- hehehe