Diammu, Segala Hal Berbau Lalu Berubah
September 10, 2017
“Itu
untuk siapa?” tanyamu via media sosial yang kerap kali kita gunakan untuk
berkomunikasi.
Kau
bertanya seakan kau mencurigaiku. Pun saat itu sikapmu berubah. Tidak lagi
kudapati balasan dari pesanku. Kupikir kau lelah dengan kerja yang baru saja
kau selesaikan. Segala hal kuyakinkan untuk menenangkan diriku sendiri. Meski
dibalik itu aku mencemaskan segala buruk yang tengah membayangi.
Tepat
sekali, kau tak lagi sama. Tepatnya kau berubah. Diammu benar-benar mengujiku.
Dan bodohnya aku turut mendiamkanmu. Kita saling diam. Beku. Singkatnya segala
hal berbau lalu berubah.
Sepekan
sudah berlalu, tidak lagi aku dapati sapaanmu. Tidak lagi aku temukan tatap
sama tiap bertemu. Kita lebih sering diam meski berada pada satu ruang. Kita
membatasi diri masing-masing.
Perlu kau
tahu, dari segala diam yang masih (terus) kita nikmati ada rindu yang meronta.
Ada kata yang menjerit tapi tidak tersampaikan. Ada tanya yang belum bertemu
jawab. Dan aku terus saja berpikir, apakah pesan salah itu adalah sebab diammu?
Atau adakah kesalahan lain yang membuatmu tak lagi seperti apa yang kukenal
dulu? Atau mungkin kau telah temukan yang lain? Atau apa? Atau yang bagaimana?
Atau aku saja yang terlalu gila memikirkan hal ini.
Terus
teranglah. Setidaknya aku tahu akan apa setelah ini. Segala tanya di isi kepala
saat ini hanya tentangmu. Untuk itu jawablah. Kau tak perlu lagi berubah
seperti yang lalu jika kau tak ingin. Tidak usah. Hanya saja pintaku satu,
segala tanya yang tengah memenuhi isi kepala ini kau jawab. Itu saja.
0 komentar