Pria Stasiun
September 18, 2013
Aku suka sekali mengamatinya. Aku suka melihat wajahnya memerah. Aku suka melihat jalan dia yang begitu tergesa-gesa.
Setiap hari aku selalu melihatnya dari tempat yang sama. Dia juga selalu berada di tempat yang sama. Itu yang membuatku semakin mudah untuk mencarinya. Dia itu siapa aku tidak tahu. Siapa namanya, alamat rumahnya, keluarganya dan yang lainnya. Aku tidak tahu. Aku tidak pernah tahu semua itu.
Aku masih ingat kala aku bertemu dengannya dulu. Di stasiun kereta, lima belas tahun yang lalu. tepatnya hari Selasa, 26 September. Kala itu dia mengenakan pakain garis-garis berwarna biru. Dia sendirian. Seperti menanti seseorang. Saat itu aku ingin sekali meminta bantuan pada ayah-mama untuk menanyainya. Namun semua itu terhalang oleh ketakutanku.
Hingga saat ini kami selalu bertemu di tempat yang sama. Dia masih tetap berada di tempat biasanya. Dia tidak bergeser sedikitpun. Sebenarnya aku ingin sekali menyapanya. Menanyakan semua pertanyaan yang selama ini tertumpuk diotakku.
Mungkin selama ini dia tahu bahwa aku selalu mengamatinya. Tapi dia tidak pernah perduli. Dia tidk pernah menoleh sedikitpun ke arahku. Pandangannya luruss tajam. Dia selalu pergi setelah kereta datang. Aku semakin yakin dia sedang menanti seseorang.
Suatu ketika, dia pernah menghilang. Dia tak berada di tempat biasanya. Saat itu aku mulai cemas. Aku mencarinya ditiap sudut stasiun. Menanyakan pada tiap orang yang ku temui. Namun tidak seorangpun yang mengenalnya. Aku seperti orang gila. Aku takut untuk kehilangannya. Tanpa ku sadari dia ada dibelakangku. Dia menatapku tajam. Aku hanya bisa diam sembari membalas tatapannya. Dia menarik tanganku menuju sudut stasiun. " Jangan pernah ikuti aku lagi. Aku risih diamati orang asing sepertimu " teriaknya berlalu meninggalkanku. Saat mendengar ucapannya, darahku mengalir begitu cepat. Terasa begitu sesak didada. Sungguh.
Setelaah saat itu aku tidak pernah lagi menemuinya. Aku tidak pernah lagi mengamatinya. Aku merindukannya. Aku berharap semoga dia tidak lagi berada di stasiun hanya untuk menunggu orang yang selama ini dia nanti. Aku berharap kita bertemu kembali di tempat kita biasanya berdiam, di stasiun itu. Di tanggal yang sama, 26 September.
Setiap hari aku selalu melihatnya dari tempat yang sama. Dia juga selalu berada di tempat yang sama. Itu yang membuatku semakin mudah untuk mencarinya. Dia itu siapa aku tidak tahu. Siapa namanya, alamat rumahnya, keluarganya dan yang lainnya. Aku tidak tahu. Aku tidak pernah tahu semua itu.
Aku masih ingat kala aku bertemu dengannya dulu. Di stasiun kereta, lima belas tahun yang lalu. tepatnya hari Selasa, 26 September. Kala itu dia mengenakan pakain garis-garis berwarna biru. Dia sendirian. Seperti menanti seseorang. Saat itu aku ingin sekali meminta bantuan pada ayah-mama untuk menanyainya. Namun semua itu terhalang oleh ketakutanku.
Hingga saat ini kami selalu bertemu di tempat yang sama. Dia masih tetap berada di tempat biasanya. Dia tidak bergeser sedikitpun. Sebenarnya aku ingin sekali menyapanya. Menanyakan semua pertanyaan yang selama ini tertumpuk diotakku.
Mungkin selama ini dia tahu bahwa aku selalu mengamatinya. Tapi dia tidak pernah perduli. Dia tidk pernah menoleh sedikitpun ke arahku. Pandangannya luruss tajam. Dia selalu pergi setelah kereta datang. Aku semakin yakin dia sedang menanti seseorang.
Suatu ketika, dia pernah menghilang. Dia tak berada di tempat biasanya. Saat itu aku mulai cemas. Aku mencarinya ditiap sudut stasiun. Menanyakan pada tiap orang yang ku temui. Namun tidak seorangpun yang mengenalnya. Aku seperti orang gila. Aku takut untuk kehilangannya. Tanpa ku sadari dia ada dibelakangku. Dia menatapku tajam. Aku hanya bisa diam sembari membalas tatapannya. Dia menarik tanganku menuju sudut stasiun. " Jangan pernah ikuti aku lagi. Aku risih diamati orang asing sepertimu " teriaknya berlalu meninggalkanku. Saat mendengar ucapannya, darahku mengalir begitu cepat. Terasa begitu sesak didada. Sungguh.
Setelaah saat itu aku tidak pernah lagi menemuinya. Aku tidak pernah lagi mengamatinya. Aku merindukannya. Aku berharap semoga dia tidak lagi berada di stasiun hanya untuk menunggu orang yang selama ini dia nanti. Aku berharap kita bertemu kembali di tempat kita biasanya berdiam, di stasiun itu. Di tanggal yang sama, 26 September.
0 komentar